NUSANTARANEWS | SUKABUMI - Dari Narasumber yang tidak mau disebutkan namanya, salah satu Pemilik Pondok Pesantren terkenal bercerita kepada awak media terkait permasalahan santrinya, hari Senin, tanggal (09/06/2025).
Beliau mengatakan, ada Santri bernama Muhammad Rizky Mahardi (16 tahun), yang tengah menimba ilmu di Pondok Pesantren Attijaniyah, mengalami kecelakaan lalu lintas yang cukup serius dan harus menjalani perawatan intensif di RS Hermina Sukabumi.
Ia mengalami patah tulang pada bagian kaki serta gangguan pada tenggorokan. Dalam kondisi kritis, Rizky sempat dirawat di ruang ICU selama delapan hari sebelum dipindahkan ke ruang rawat inap untuk masa pemulihan.
Namun, belum genap tiga hari di ruang rawat inap, pihak rumah sakit menyatakan bahwa Rizky sudah bisa pulang. Keputusan tersebut sontak menimbulkan keprihatinan mendalam dari pihak keluarga dan pondok pesantren, yang merasa kondisi Rizky belum sepenuhnya stabil untuk dipulangkan.
Dalam pernyataannya yang disampaikan kepada awak media, oleh Perwakilan Keluarga dari Pondok Pesantren, mereka menduga bahwa pemulangan tersebut tidak didasarkan pada pertimbangan medis sepenuhnya. Pihak keluarga juga menyatakan bahwa tidak ada penjelasan medis yang cukup jelas diberikan kepada wali atau pendamping pasien terkait kondisi terakhir Rizky.
Malah awalnya dikabarkan disuruh pulang saat malam takbiran, akhirnya karena negosiasi pihak keluarga dikarenakan alasan jauh dari Jampang, bisa dibawa di keesokan harinya saat bertepatan Hari Raya Lebaran Idul Adha.
“Kami menilai keputusan tersebut mengabaikan prinsip pelayanan kesehatan yang seharusnya berorientasi pada keselamatan dan pemulihan maksimal pasien,” tegas Beliau dan Perwakilan Pondok Pesantren lainnya.
Mereka juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan harus berdasarkan kebutuhan medis, bukan sekadar batasan waktu.
Hal serupa juga ditegaskan dalam prinsip layanan BPJS Kesehatan, yang menjamin perawatan tanpa batasan hari selama masih dibutuhkan secara medis.
Pihak Pondok Pesantren selaku yang merawat santri tersebut dan masih terbilang keluarga dari Ibunya Rizky, mengajukan permintaan kepada berbagai pihak, di antaranya:
1. Manajemen RS Hermina Sukabumi agar memberikan klarifikasi resmi atas keputusan pemulangan pasien.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi untuk mengevaluasi kualitas pelayanan medis di RS Hermina.
3. Asuransi Jasa Raharja dan BPJS Kesehatan agar memastikan bahwa hak peserta tidak dikompromikan oleh pertimbangan non-medis.
Menanggapi permintaan klarifikasi, pihak RS Hermina akhirnya menerima kedatangan perwakilan media sebagai alat sosial kontrol masyarakat, serta mengecek kebenaran yang berimbang, sehingga terjadi pertemuan audiensi yang berlangsung pada hari Selasa, tanggal (10/06/2025).
Dalam pertemuan tersebut diatas, hadir dari pihak Manajemen Rumah Sakit Hermina : Manajer Marketing Rumah Sakit, Perawat, serta dr. Andri, serta Team Rumah sakit lainnya dengan total kurang lebih 6 orang.
Setelah di rawat selama 11 hari- terdiri dari 8 hari di ruang ICU UGD ( Perawatan Insentif ) dan 3 hari di Ruang Rawat Inap, pasien di pulangkan meskipun kondisinya masih belum pulih total alias belom stabil.
Korban diketahui baru sadar selama 3 hari terakhir, setelah sebelumnya tidak sadarkan diri, meski masih menggunakan alat bantu pernapasan(selang) dan dalam keadaan lemah, pihak rumah sakit memutus kan untuk memulangkan pasien, dengan dasar hasil analisa 6 Dokter yang merawat Rizky selama ini.
Salah satu Dokter yang menangani Rizky, menyampaikan bahwa seluruh prosedur dan keputusan medis telah dilakukan sesuai dengan standar pelayanan RS Hermina.
Ada 6 Dokter yang membantu menangani secara medis saat pasien Rizky dinyatakan dan dirasa sudah layak untuk pulang, dan semua dari awal masuk sampai kepulangan selalu dikomunikasikan ke orang tua yang bersangkutan yaitu Ayah Rizky dan Saudaranya yang selalu menunggu selama dirawat dirumah sakit.
“Kami menangani pasien sesuai standar prosedur medis dan tidak ada niat untuk mempercepat pemulangan. Pemulangan dilakukan karena kondisi pasien sudah dinilai membaik berdasarkan catatan 6 dokter yang menangani pasien tersebut,” ujar perwakilan rumah sakit.
Kendati demikian, pihak keluarga tetap menyayangkan kurangnya komunikasi yang memadai sebelum keputusan tersebut diambil.
Karena sampai berita ini diturunkan Pasien atas nama santri tersebut kondisinya masih tergolek lemah di Kamar yang disediakan Pondok Pesantren tersebut diatas, dengan kondisi rawan karena tidak ada perawatan memadai dan pelayanan apa adanya.
Pihak Pondok Pesantren selaku yang bertanggung jawab terhadap seluruh santri yang belajar di Ponpes, berharap agar kejadian ini menjadi evaluasi bagi semua pihak, agar keselamatan dan pemulihan pasien selalu menjadi prioritas utama, tanpa diskriminasi terhadap latar belakang ekonomi maupun status sosial.
(Sakur)