NUSANTARANEWS | SUKABUMI - Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) kembali melanjutkan operasi gabungan penertiban Pertambangan Tanpa Izin (PETI) tahap ketiga di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Operasi yang berlangsung pada Kamis (20/11/2025) ini menyasar Blok Gunung Peti dan Cibuluh–Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.
Dalam operasi tersebut, tim menemukan dan menutup 88 lubang PETI, serta mengamankan 81 tenda/gubuk dan 5 unit genset/mesin. Operasi gabungan melibatkan 80 personel yang terdiri dari Ditjen Gakkumhut, Balai TNGHS, TNI, dan Polri.
Operasi ini merupakan lanjutan dari kegiatan penertiban yang telah berlangsung sejak 29 Oktober hingga 7 November 2025.
Pada operasi tahap pertama, tim menghancurkan dan mengamankan 46 tenda biru, 11 lubang PETI, dan 17 unit mesin.
Kemudian pada operasi tahap kedua yang menyasar Blok Cibuluh, Cibarengkok, Cieyem, Cibereng, dan Cinangka, tim berhasil melakukan langkah-langkah penertiban signifikan, di antaranya:
Pembongkaran tempat pengolahan hasil tambang ilegal sebanyak 723 unit
Penutupan 130 lubang PETI
Penyitaan sekitar 20.000 gelundung (tabung besi pengolahan)
Sekitar 100 unit mesin dan 40 unit kincir
Penyitaan bahan kimia berbahaya (B3) seperti merkuri dan sianida
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudi Saragih Napitu, menegaskan bahwa operasi akan terus dilakukan hingga PETI benar-benar hilang dari kawasan taman nasional.
“Kementerian Kehutanan akan menggandeng pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menghentikan rantai bisnis tambang ilegal, mulai dari pasokan logistik, bahan bakar, instalasi listrik ilegal, hingga penampung hasil tambang,” tegas Rudi.
Para pelaku PETI dapat dijerat dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara serta denda kategori VI sesuai ketentuan UU P3H dan UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.
Kegiatan PETI dianggap sangat berbahaya karena dilakukan di hulu sungai dan menggunakan bahan kimia beracun. Limbah merkuri dan sianida yang dibuang ke aliran sungai berpotensi mencemari sumber air yang digunakan masyarakat, sekaligus meningkatkan risiko:
Longsor
Banjir bandang
Kerusakan ekosistem hutan
Gangguan kesehatan masyarakat
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menyampaikan bahwa operasi PETI di TNGHS merupakan perintah langsung Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.
“Operasi penertiban PETI dilakukan secara terukur, tegas, dan berkelanjutan, bukan hanya razia sesaat. Langkah ini penting untuk memulihkan fungsi ekosistem dan melindungi keselamatan warga, terutama di puncak musim hujan,” ujar Dwi.
Ia juga menyebut bahwa setelah operasi penertiban, kawasan bekas tambang akan masuk tahap rehabilitasi.
Dwi mengapresiasi peran masyarakat yang aktif melaporkan aktivitas PETI.
“Dukungan warga menjadi kunci pengawasan bersama untuk melindungi hutan dan keselamatan masyarakat,” tutupnya.
(Ismet)



