NUSANTARANEWS | SUKABUMI – Aliansi Aktivis Nasional (ALAKNAS) mendesak Bupati Sukabumi untuk segera mengevaluasi seluruh pejabat Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudpora) Kabupaten Sukabumi. Desakan ini muncul di tengah ramai perbincangan publik mengenai dualisme kepengurusan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Sukabumi.
Dualisme tersebut mencuat karena kedua belah pihak sama-sama mengklaim memiliki legalitas. Berdasarkan informasi lapangan, salah satu kubu berada di bawah kepemimpinan Ketua Umum KNPI versi Dr. Ali Hanafiah, yang berkedudukan di Gedung Pemuda KNPI, Jl. H.R. Rasuna Said No. 22 Blok C RT 02/RW 05, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, yang juga menjadi kantor DPP KNPI.
Sementara itu, kubu lainnya mengaku berada di bawah kepemimpinan Ketua Umum Muhamad Riyano Panjaitan, namun keberadaan kantor DPP versinya belum jelas. Kondisi ini menjadi perhatian publik, terlebih muncul isu bahwa anggaran hibah dari Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah dicairkan sebelum pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) dan sebelum adanya kepengurusan definitif.
Presidium ALAKNAS, Krisna, menyatakan bahwa jika benar hibah tersebut telah dicairkan sebelum adanya pengurus baru yang sah, maka patut diduga terjadi pelanggaran serius.
“Ini mengindikasikan adanya dugaan permainan dan penyalahgunaan wewenang oleh pihak Disbudpora, yang memiliki mandat penuh dalam mengurusi urusan kepemudaan,” tegas Krisna.
Krisna menambahkan, penggunaan dana hibah harus sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku. “Ini uang negara, bukan uang nenek moyang. Harus ada pemeriksaan menyeluruh, termasuk inventarisasi aset yang dibiayai dari hibah tersebut,” ujarnya.
ALAKNAS juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH) memeriksa Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) jika terbukti terlibat dalam proses pencairan hibah tersebut. “Jika informasi yang berkembang di lapangan benar, TAPD harus bertanggung jawab sesuai ketentuan hukum,” kata Krisna.
Selain itu, ALAKNAS menegaskan bahwa pemberian hibah kepada organisasi yang sedang mengalami dualisme dilarang, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016. “Memaksakan pencairan hibah kepada salah satu kubu sama saja dengan penyalahgunaan wewenang dan berpotensi masuk kategori korupsi,” tegasnya.
“Dengan semua dinamika yang terjadi, kami mendesak APH memeriksa seluruh prosesnya, dan Bupati Sukabumi segera melakukan evaluasi menyeluruh agar kejadian seperti ini tidak terulang di kemudian hari,” pungkas Krisna.
(Red)