NUSANTARANEWS | BANDUNG – Pembentukan Satgas Premanisme oleh Presiden Prabowo Subianto dan sebelumnya oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah menghasilkan tindakan tegas terhadap berbagai bentuk premanisme, termasuk yang berkedok jurnalis. Keluhan dari kepala desa di wilayah Sumedang dan Kabupaten Bandung terkait pemerasan dan intimidasi oleh oknum wartawan semakin mengemuka, Kamis (15/05/2025).
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Solidaritas Insan Media dan Penulis (SIMPE) Nasional, Edi Sutiyo, menyatakan bahwa premanisme tidak hanya terjadi di kalangan organisasi masyarakat (ormas) atau wartawan, tetapi juga merambah berbagai profesi, termasuk birokrasi dan aparat penegak hukum (APH). Ia menekankan perlunya tindakan hukum yang menyeluruh dan berkeadilan, tanpa pandang bulu.
"Jangan hanya menyasar kelompok tertentu," tegas Edi. "Para kepala desa tidak perlu takut melaporkan upaya premanisme. Namun, perlu diingat bahwa fungsi kontrol pers juga harus dijalankan dengan bertanggung jawab. Pengungkapan pelanggaran atau korupsi harus sesuai dengan kode etik jurnalistik."
Edi menambahkan bahwa terdapat 11 kode etik jurnalistik yang wajib dipatuhi. Oknum wartawan yang memanfaatkan temuan kasus untuk negosiasi ekonomi melanggar kode etik tersebut. Ia menghimbau agar pejabat yang melanggar hukum menyerahkan diri pada proses hukum, bukannya melakukan negosiasi dengan oknum wartawan untuk menutupi kasus.
"Fakta di lapangan menunjukkan seringkali pejabat yang melanggar berusaha melakukan negosiasi dengan oknum jurnalis agar pelanggarannya tidak diberitakan," ujar Edi. "Saya mengajak semua pihak untuk profesional dalam bekerja, menaati hukum, dan tidak melakukan negosiasi untuk menutup-nutupi kasus. Introspeksi diri perlu dilakukan oleh semua pihak."
(Endi Kusnadi)